ISDV yang merupakan kepanjangan dari Indischee Sociaal-Demokratische Vereninging merupakan partai politik di Indonesia yang berpaham sosialis. Seiring berjalannya waktu, partai ini mengubah haluan ke pandangan komunis dan lahirlah PKI. Pada artikel ini pembahasan antara ISDV dan PKI akan digabungkan karena PKI dan ISDV memiliki kaitan yang sangat erat.

Paham Marxisme datang ke Indonesia pada Perang Dunia I yang dibawa oleh H.J.F.M Sneevliet. Pada tanggal 9 Mei 1914, ia mendirikan ISDV bersama orang sosialis lainnya yaitu J.A. Brandsteder, H.W. Dekker dan P.Bregma. Perkembangan ISDV dianggap lambat, maka dari itu mereka bersekutu dengan Insulinde. Persekutuan ini nampaknya tidak membuahkan hasil dan tujuan ISDV tidak bisa tercapai, maka dari itu bubarlah persekutuan diantara keduanya.

Selanjutnya ISDV bersekutu dengan Sarekat Islam, partai terbesar di Jawa yang beranggotakn orang – orang Musllim. Sneevliet berhasil menyusup dan menginfiltrasi ke dalam kubu SI dengan cara bertukar keanggotaan antara SI dan ISDV. Pada beberapa tahun selanjutnya, Sneevliet berhasil memberikan pengaruh pada partai SI. Langkah selanjutnya pada tahun 1916, Sneevliet mengangkat pemimpin muda SI yang bernama Semaun dan Darsono menjadi pemimpin ISDV. Semaun yang juga menjadi anggota SI berhasil mengembangkan keanggotaan SI Semarang menjadi 1700 orang pada 1916 dan 20.000 orang setelahnya. Karena ISDV memiliki pandangan Marxisme, mereka kemudian bersebrangan dengan CSI (Central Sarekat Islam) yang dipimpin oleh H.O.S. Cokroaminoto.

Ketika terjadi Revolusi Bolsyewick di Rusia pada tahun 1917, ISDV telah bersih dari unsur moderat dan mulai pada sifat komunis. Kemenangan Bolsyewick mendirikan negara komunis mendorong Baars untuk menyerukan negara Hindia Belanda mengikuti jejaknya. Pada tahun 1917, ISDV memprofokatori angkatan laut Belanda yang berjumlah 3000 serdadu untuk ikut dalam gerakan demonstrasi ISDV.  Bentrokanpun tak terhindarkan. Disisi lain, partai moderat mendesak pemerintah agar menggantikan Volksraad dengan parlemen pilihan rakyat.

Krisis ini segera mereda setelah Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang menjabat, van Limburg Stirum, bereaksi dengan menjanjikan perubahan yang luas. Setelah semua kembali normal, pemerintah kolonial mulai mengambil tindakan keras terhadap ISDV. Anggota militer angkatan laut dihukum berat. Sneevliet diusir dari Hindia Belanda, dan Darsono serta Semaun ditangkap. ISDV masuk pada masa Depresi.

Tahun 1919 adalah tahun yang sulit bagi ISDV karena para pemimpin mereka banyak yang ditangkap. Disisi lain, pada tahun 1918, Darsono diangkat menjadi propagandis resmi SI sedangkan Semaun diangkat menjadi Komisaris wilayah Jawa Tengah. Di dalam partai SI, Semaun dan Darsono berusaha meningkatkan pengaruhnya agar SI menjadi partai yang lebih radikal.

Social Democratische Arbeideispartij (SDAP) di Belanda mengumumkan sebagai Partai Komunis Belanda (CPN). Pada anggota ISDV yang berkebangsaan Eropa mengusulkan agar ISDV mengikuti jejak itu. Pada perkembangannya, pada tanggal 23 Mei 1920, ISDV mengubah namanya menjadi Perserikatan Komunis Indonesia Hindia, dan kemudian pada bulan Desember 1920 diubah namanya menjadi Partai Komunis Indonesia. Pada organisasi dengan nama baru tersebut, Semaun didaulat menjadi ketua, Darsono sebagai wakil, Bergsma sebagai sekretaris dan Sugono sebagai anggota pengurus.

Komintern yang berdiri pada tahun 1919 dan bertujuan memberikan program komunisnya di Asia mengalami banyak kegagalan. Lenin menyatakan bahwa Asia garis politik komintern harus bekerjasama dengan kaum borjuis nasional (kaum terpelajar yang memimpin pergerakan Nasional) dan menggunakan organisasi rakyat terjajah. Kemudian pada tahun 1920, PKI bergabung dengan Kmintern.

Di SI sendiri, mulai terjadi perpecahan antara golongan kanan dan kiri yang disebabkan adanya perbedaan padangan dan tujuan. Pemimpin golongan kiri diantaranya Semaun, Alimin dan Darsono yang berbasis di Semarang. Sedangkan golongan kanan dipimpin oleh Abdul Muis, Agus Salim dan Suryoranoto yang berbasis di Yogyakarta. Golongan ini kemudian mendirikan Revolutionnaire Vak-Centrale (RVC) yang berkedudukan di Semarang.

Pada tahun 1922, terjadi pemogokan besar – besaran yang melibatkan SI dan PKI. Abdul Muis, Tan Malaka dan Bergsma ditangkap dan diasingkan sehingga terjadi kekosongan kepemimpinan pada tubuh PKI. Semaun segera mengisi kekosongan kepemimpinan di PKI. Ia berusaha memperbaki hubungan antara SI dan PKI, namun akhirnya gagal karena adanya peraturan Disiplin Partai yang disahkan di Madiun pada Februari tahun 1923 oleh Cokroaminoto.

PKI selanjutnya menggerakkan kubu SI-Merah atau golongan kiri menandingi SI-Putih pimpinan Cokroaminoto. Pada kongres PKI bulan Maret 1923 diputuskan untuk mendirikan SI-Merah ditempat yang terdapat SI-Putih. Untuk membedakannya, maka SI golongan kiri menamakan dirinya sebagai Sarekat Rakyat pada bulan April 1924. Mulai saat itu pendidikan komunis dilakukan secara intensif.

PKI tumbuh menjadi partai politik dengan massa yang besar. Namun, jumlah anggota intinya sedikit sehingga kurang dapat mengontrol dan menanamkan disiplin pada anggotanya. Akibatnya, pada akhir tahun 1924 berapa cabang Sarekat Rakyat menjalankan aksi terornya sendiri – sendiri. Hal ini mengakibatkan munculnya perasaan anti komunis pada masyarakat Islam dan tindakan tegas dari Belanda. Pada Desember 1924 di Yogyakarta, para pemimpin PKI berinisiatif untuk menggabungkan Sarekat Rakyat dalam PKI.

PKI telah bertransformasi menjadi partai yang besar sehingga pada tahun 1926, melakukan pemberontakan kepada pemerintah Belanda. Pemberontakan dirancang oleh Sarjono, Budi Suciarto dan Sugono. Tokoh lain seperti Tan Malaka tidak menyetujui adanya tindakan tersebut, namun Alimin dan kawan – kawannya tetap melakukan persiapan tersebut.

Pemberontakan meletus pada bulan November 1926 di Batavia. Disusul di daerah – daerah lain seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam satu hari pemberontakan di Batavia dapat diredam, sedangkan dalam seminggu pemberontakan di seluruh Jawa dapat dihentikan. Di Sumatera, pemberontakan meletus pada tanggal 1 Januari 1927, namun pemberontakan ini dapat diredam dalam tempo tiga hari. Akhirnya puluhan ribu pengikut PKI ditangkap dan dipenjara. Sebagian ada juga yang diasingkan ke Papua, Tanah Merah dan Digul Atas. Sejak pemberontakan – pemberontakan yang dilakukan PKI, imbasnya PKI mengalami penindasan oleh pemerintah Belanda dan sama sekali tidak dapat bergerak.

Selama hampir sepuluh tahun selanjutnya, Komintern mengirimkan Musso pada bulan April 1935. Dengan bantuan Joko Sujono, Pamuji dan Achmad Sumadi mendirikan PKI Illegal. Musso dikirimkan untuk memberlakukan kebijakan baru yang diberi nama Doktrin Dmitrov. Georgi Dmitrov merupakan gerakan komunis harus bekerjasama dengan kekuatan manapun juga. Musso berpendapat bahwa dengan pandangan ini pemerintah kolonial dapat melunakkan sikapnya terhadap kaum Komunis Indonesia. Namun, harapan tersebut tak dapat direalisasikan hingga Jepang datang ke Indonesia. Bahkan pada tahun 1936, Musso meninggalkan Indonesia lagi. Akhirnya organisasi PKI kemudian disalurkan melalui Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) yang dipimpin Amir Sjarifuddin.

Bagikan:

Leave a Comment